Wanita Purba Pergi Jauh untuk Cari Pasangan

Leave a comment

Wanita Purba Pergi Jauh untuk Cari Pasangan

Patrilokal ternyata merupakan kebiasaan yang telah berlaku sejak zaman purbakala.

Wanita Purba Pergi Jauh untuk Cari Pasangan
Temuan mengindikasikan bahwa kelompok patrilokal, di mana keluarga muda umumnya tinggal di atau dekat tempat tinggal orang tua suami, merupakan kebiasaan yang telah berlaku sejak zaman purbakala.
 Saat waktunya tiba bagi seorang anggota keluarga manusia asal Afrika Selatan untuk mencari pasangan sekitar 2 juta tahun yang lalu, ternyata para wanita, bukan pria, yang mengambil inisiatif.

Dari sebuah penelitian terbaru diketahui bahwa para wanita pergi jauh dari tempat kelahiran mereka jauh lebih sering dibanding pria yang secara mengejutkan lebih rajin berada di sekitar rumah dan sanak familinya.

Sandi Copeland, paleoanthropologist dari University of Colorado, Amerika Serikat, beserta tim peneliti internasional melakukan analisa gigi 19 manusia purba dari dua spesies yakni Australopithecus africanus dan Paranthropus robustus. Dua spesies manusia purba ini dekat dengan nenek moyang langsung kita yakni Australopithecine.

“Dari penelitian, ditemukan bukti-bukti awal yang menjelaskan pola penyebaran di kalangan manusia terdahulu,” kata Copeland, seperti dikutip dari Science Now, 27 Juni 2011.

Temuan yang dilaporkan di jurnal Nature itu mengindikasikan bahwa kelompok patrilokal, di mana keluarga muda umumnya tinggal di atau dekat tempat tinggal orang tua pasangan laki-laki, merupakan kebiasaan yang telah berlaku sejak jaman purba.

Saat ini, Copeland dan timnya belum mengetahui alasan mengapa pria jarang pergi jauh dibanding wanita di kawasan yang tidak ada hambatan alami. Untuk itu, ia dan timnya akan mencari tahu apakah pola yang sama berlaku bagi para australopithecines di kawasan lain di Afrika untuk mengetahui apakah itu merupakan cara mengelola suku mereka.

Namun demikian, menurut Peter Ungar, paleoanthropolog dari University of Arkansas, Copeland dan timnya berhasil menemukan cara inovatif untuk menguji coba model penelitian tersebut. “Dalam prosesnya, mereka mengembangkan bukti-bukti awal bagaimana manisa awal mengorganisasi kelompok mereka,” ucapnya.

• VIVAnews

Cahokia, Amerika

Leave a comment

Cahokia, Kota Amerika Yang Terlupakan

 Empat abad sebelum Columbus tiba di Amerika, suku Indian di Illinois membangun kota berpenduduk 15.000 jiwa dengan lebih dari 100 bukit tanah, serta pengaruh yang luas jangkauannya. Apakah sebenarnya tempat yang disebut Cahokia ini, dan apa yang terjadi padanya?

 Jika mereka membuka Wal-Mart di Machu Picchu, teringat pada Collinsville Road. berdiri di tengah-tengah tempat yang di masa lalu merupakan peradaban terkemuka antara gurun pasir Meksiko dan Arktika Amerika Utara—kota Amerika pertama dan tidak terbantahkan lagi merupakan prestasi paling memukau karya suku Indian Amerika—dan sungguh tidak dapat membayangkan hal yang lebih buruk daripada jalan raya empat lajur yang mengiris situs bersejarah ini. Alih-alih membayangkan ribuan orang yang di masa lalu berkerumun di alun alun besar di sini, kenyataan bahwa Cahokia Mounds di Illinois hanyalah satu dari delapan situs budaya Pusaka Dunia di Amerika Serikat, dan dinodai oleh papan iklan Joe’s Carpet King di tengahnya.

 Meskipun begitu, nasib Cahokia masih lebih baik. Tidak sampai 16 kilometer ke arah barat, gundukan Indian purba yang menyebabkan St. Louis diberi julukan Kota Gundukan (Mound City) pada 1800-an nyaris seluruhnya rata pada pergantian abad itu. Dewasa ini hanya satu yang masih bertahan, bersama sejumlah foto dan sepenggal jalan kecil bernama Mound Street. Pembangunan besar-besaran pada abad ke-20 berdampak besar pada Cahokia: Para petani lobak (Armoracia rusticana) meratakan gundukan kedua terbesar untuk dijadikan lahan pertanian pada 1931, dan situs itu pernah menjadi tempat judi, apartemen, lapangan udara, dan (menambah parah pelecehan) teater mobil film porno. Namun, sebagian besar fitur pentingnya mampu bertahan, dan hampir semua yang bertahan itu sekarang dilindungi. Cahokia Mounds mungkin tidak memiliki penampilan cantik, tetapi dengan luas 1.600 hektare (890 di antaranya dilestarikan sebagai situs bersejarah), situs ini merupakan situs arkeologi terbesar di Amerika Serikat, dan telah mengubah pandangan warga Amerika tentang seperti apakah kehidupan suku Indian di benua ini sebelum datangnya bangsa Eropa.

Cahokia adalah puncak tertinggi, atau mungkin asal-usul, budaya yang oleh para ahli antropologi dinamakan budaya Mississippi—sekumpulan masyarakat petani yang mencakup Amerika Tengah-Barat dan Amerika Tenggara, sejak sebelum tahun 1000 dan mencapai puncaknya pada sekitar abad ke-13. Gagasan bahwa suku Indian Amerika mampu membangun sesuatu yang mirip kota tampak begitu mustahil bagi para pendatang dari Eropa, sehingga saat mereka menemukan gundukan Cahokia—yang paling besar berupa gedung dari tanah setinggi sepuluh lantai yang terdiri atas lebih dari 622.970 meter kubik tanah—langsung saja mereka mengira kota itu karya peradaban asing: bangsa Phoenix atau Viking atau mungkin suku Israel yang hilang. Bahkan sekarang pun, gagasan tentang adanya kota Indian sangat bertentangan dengan anggapan warga Amerika tentang kehidupan suku Indian sehingga tampaknya sulit diterima, dan mungkin penyangkalan inilah yang membuat semua warga Amerika tidak menggubris kehadiran Cahokia. Ironisnya , ternyata tidak seorang pun warga Amerika yang tinggal di luar St. Louis yang pernah tahu situs itu.

Ketidaktahuan warga Amerika disebabkan oleh banyak alasan sejarah dan budaya. Orang pertama yang menulis perihal gundukan Cahokia secara terperinci adalah Henry Brackenridge, pengacara dan ahli sejarah amatir yang menemukan situs itu dan gundukan pusatnya yang amat besar saat menjelajahi prairi di sekitarnya pada 1811. “Saya amat tercengang, seperti yang dialami saat merenungkan piramid Mesir,” begitu tulisnya. “Ini gundukan tanah yang menakjubkan! Menimbun tanah sebanyak itu pastilah memerlukan waktu bertahun-tahun, dan ribuan pekerja.” Namun, berita di surat kabar mengenai penemuannya boleh dikatakan tidak digubris orang. Dia mengeluhkan hal ini dalam suratnya kepada temannya, mantan Presiden Thomas Jefferson, dan berkat teman berkedudukan setinggi itulah berita tentang Cahokia memang akhirnya menyebar juga. Sayangnya, berita itu bukanlah berita yang oleh kebanyakan warga Amerika, termasuk para presiden berikutnya, dianggap menarik. Amerika Serikat tengah berupaya menyingkirkan suku Indian, bukan menghargai sejarah kebudayaan mereka. Undang-Undang Penyingkiran Indian (Indian Removal Act) yang disahkan Andrew Jackson pada 1830, yang memerintahkan relokasi suku Indian di kawasan timur ke lahan di barat Mississippi, didasarkan pada pandangan bahwa suku Indian adalah suku nomaden kejam yang pastilah tidak mampu menggarap lahan. Bukti tentang adanya kota Indian purba—kota yang menyaingi ukuran Washington, DC, pada waktu itu—pastilah mengganggu pandangan “resmi” tersebut.

Bahkan berbagai universitas Amerika pun tidak memedulikan Cahokia dan situs arkeologi Amerika lainnya sebelum paruh kedua abad ke-20. Mereka lebih memilih untuk mengirimkan ahli arkeologi mereka ke Yunani dan Meksiko dan Mesir, yang kisah tentang peradaban purbanya berada di tempat yang jauh dan romantis. Segelintir orang yang membela Cahokia dan sejumlah pusat gundukan di sekitarnya di East St. Louis dan St. Louis melancarkan perlawanan yang boleh dikatakan gagal terhadap pembangunan dan pengabaian selama hampir satu abad lamanya. Dua situs yang disebutkan terakhir—di antara komunitas Mississippi terbesar—dihancurkan dan dijadikan jalan. Dan meskipun Monks Mound, yang dinamai menurut pendeta (monk) Prancis yang pernah tinggal dalam bayangannya, menjadi taman nasional kecil pada 1925, taman itu digunakan untuk kegiatan berseluncur dengan kereta dan perburuan telur Paskah. Bagian lain dari Cahokia umumnya diabaikan—dibangun dan hanya sesekali dikaji—hingga 1960-an.

Di saat itulah sejarah menunjukkan ironinya yang paling jelas, karena proyek pembangunan terbesar yang akan melanda Cahokia justru melambungkannya sebagai situs arkeologi. Program jalan raya antarnegara bagian yang dicanangkan Presiden Dwight Eisenhower, meskipun merupakan proyek yang mengubah bentang alam Amerika sama dramatisnya seperti jalan kereta api di masa lalu, mencantumkan ketentuan untuk mengkaji situs arkeologi yang ada di lintasan yang dilaluinya. Ini berarti tersedia dana lebih besar untuk penggalian daripada yang pernah tersedia sebelumnya, selain juga agenda yang jelas tentang di mana harus dilakukan penggalian, kapan, dan seberapa cepat. Dengan dua jalan raya melintasi kota kuno itu—I-55/70 sekarang membelah dua plaza utara Cahokia, menciptakan jalan yang diapit oleh Collinsville Road, setengah kilometer ke selatan—para ahli arkeologi mulai secara sistematis mengkaji situs itu. Ternyata mereka berhasil menyingkapkan sesuatu yang luar biasa.

Menjadi sangat jelas bahwa Cahokia lebih daripada sekadar gundukan besar tanah atau situs seremonial yang sesekali digunakan untuk berkumpul oleh beberapa suku yang bertebaran. Boleh dikatakan, di mana pun mereka menggali, para ahli arkeologi ini menemukan rumah—menunjukkan bahwa ribuan orang pernah tinggal dalam masyarakat itu—dan banyak di antara rumah-rumah ini dibangun dalam waktu yang amat singkat. Bahkan, seluruh kota tampaknya dalam sekejap tumbuh makmur pada 1050, fenomena yang sekarang disebut sebagai “big bang.” Orang berdatangan dari daerah sekitarnya, membangun rumah, dan dengan cepat membangun prasarana kota baru—termasuk beberapa gundukan dengan bangunan di puncaknya dan alun-alun besar seluas 37 lapangan sepak bola, yang digunakan untuk segala rupa, mulai dari pertandingan olahraga hingga pesta bersama hingga upacara keagamaan.

Yang membuat kisah ini lebih menarik adalah bukti kuat adanya pengurbanan manusia. Ahli arkeologi yang menggali Gundukan 72, begitu mereka menyebutnya, menemukan sisa-sisa jenazah 53 perempuan dan satu lelaki berstatus sangat tinggi, selain juga sisa-sisa jenazah empat lelaki tanpa kepala yang mungkin menjalani hukuman yang dijatuhkan oleh semacam sistem penguasa. Penemuan ini bertentangan dengan pandangan lazim bahwa suku Indian Amerika hidup dalam masyarakat egaliter tanpa memiliki semacam penguasa yang sering memimpin dengan kejam sebagaimana yang terjadi pada banyak peradaban lainnya. Apakah Cahokia suatu kerajaan, seperti peradaban Mesoamerika di kawasan selatan? Buktinya masih belum meyakinkan, tetapi sesuatu yang menakjubkan pernah terjadi di sini, dan jelas ini misteri yang layak dicoba untuk disingkapkan.

Jika kita ingin memahami Cahokia, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mendaki 156 tangga ke puncak Monks Mound. Dari puncak datar bukit besar ini—dengan area seluas 5 hektare, dasarnya lebih luas daripada dasar Piramid Besar Khufu, piramid terbesar di Mesir—kita bukan saja bisa membayangkan berapa banyak pekerja yang membangunnya, tetapi juga bisa memahami mengapa bangunan ini didirikan. Dari sini kita dapat menyurvei ranah Cahokia: dataran banjir luas yang dikenal sebagai American Bottom, terentang dari St. Louis hingga jajaran punggungan yang menjulang lima kilometer di timur Cahokia dan sejauh mata memandang ke arah utara dan selatan. Setelah mengarahkan pembangunan yang mungkin merupakan bangunan geografi tertinggi di dataran banjir seluas 450 kilometer persegi, seorang pemimpin atau pendeta berkedudukan tinggi memiliki pandangan luas ke kawasan yang dikuasainya.

Tentu saja, skenario itu mengasumsikan kita tahu bahwa Cahokia memiliki pemimpin tunggal seperti itu, padahal kita tidak tahu. Kita bahkan tidak tahu apa nama tempat ini—nama Cahokia dipinjam dari nama suku yang tinggal di dekatnya pada 1600-an—atau nama yang digunakan oleh orang-orang yang tinggal di sini untuk menyebut suku mereka. Dengan tidak adanya bahasa tertulis, mereka meninggalkan sedikit petunjuk yang sama yang berserakan, yang menyebabkan sulitnya memahami masyarakat prasejarah di mana pun. (Gerabah memang bukti yang bagus, tetapi seberapa jauhkah budaya asing bisa benar-benar mempelajari kita dengan hanya melihat makanan kita?) Jika menyibak kisah sejarah saja bisa diperdebatkan, apalagi mencapai kesepakatan tentang kisah prasejarah. “Anda pasti tahu apa kata mereka,” kata Bill Iseminger, ahli arkeologi yang sudah menangani Cahokia selama 40 tahun. “Kumpulkan tiga ahli arkeologi dalam satu ruangan, maka kita akan mendapatkan lima pendapat.”

Iseminger tidak berlebihan. Bahkan pada saat para peneliti Cahokia sependapat, mereka cenderung mereka-reka pendirian mereka sehingga seakan-akan mereka bertentangan—namun, ada beberapa aspek yang disepakati bersama. Semuanya sependapat bahwa Cahokia berkembang dengan cepat beberapa abad setelah jagung menjadi bagian yang penting dari diet setempat, bahwa hal itu mengumpulkan orang dari American Bottom, dan hal itu mengerdilkan komunitas lain di Mississippi, baik dalam ukuran maupun cakupannya. Perbedaan pendapat cenderung ada di seputar pertanyaan tentang seberapa banyak penduduk kota, seberapa terpusatkah kekuasaan politik dan pengelolaan ekonomi, serta sifat dan luasnya jangkauan dan pengaruhnya.

Di ujung ekstrem yang satu, kita mendapatkan penjelasan tentang Cahokia sebagai “pusat kekuasaan,” kerajaan hegemoni yang dipertahankan oleh kekuasaan yang merasuk secara mendalam ke kawasan Mississippi dan mungkin ada kaitannya dengan peradaban Mesoamerika seperti Maya atau Toltec. Di ujung ekstrem lainnya, kita mendapatkan ciri khas Cahokia sebagai kota yang hanya sedikit lebih besar daripada kota besar di kawasan Misssissippi yang penghuninya gemar membuat gundukan tanah yang tinggi. Namun, seperti biasa, pendapat yang benar berada di antara kedua ujung ekstrem itu.

Saat ini diskusi dipimpin oleh Tim Pauketat di Illinois University, yang bersama koleganya Tom Emerson mengemukakan bahwa teori evolusi Cahokia merupakan produk masa visioner: seorang pemimpin, nabi, atau kelompok mengemukakan struktur masyarakat baru untuk kehidupan suku Indian, yang menarik orang berdatangan dari tempat yang jauh dan dekat, menciptakan gerakan kebudayaan yang dengan cepat merebak.

Ketika saya bertemu dengan Pauketat di Cohakia untuk melihat situs itu melalui panduannya, dia lebih tertarik untuk memperlihatkan hasil temuannya di dataran tinggi, beberapa kilometer ke arah timur: tanda bahwa Cahokia menguasai permukiman pekerja di sekitarnya yang memasok pangan ke kota dan kepada para penguasanya—bukti, menurut Pauketat, bahwa kekuasaan politik ekonomi Cahokia memang terpusat dan luas jangkauannya. Ini teori yang kontroversial, karena penelitian yang mendukungnya masih belum diterbitkan, dan karena menimbulkan pertanyaan tentang seperti apa sebenarnya masyarakat Cahokia di masa itu.

Gayle Fritz dari Washington University di St. Louis berkata bahwa jika Cahokia sebuah kota, bukanlah kota sebagaimana yang biasanya ada dalam pikiran kita, tetapi kota yang sarat oleh petani yang menanam sendiri pangannya di ladang sekitarnya. Kalau tidak, pastilah lebih banyak tanda keberadaan gudang penyimpanan pangan. Batas praktis ukuran masyarakat petani berbasis-subsisten inilah yang menyebabkan para minimalis seperti George Milner dari Penn State University berpendapat bahwa perkiraan penduduk Cahokia—saat ini berkisar antara 10.000 dan 15.000 untuk kotanya sendiri dan 20.000 hingga 30.000 di daerah sekitarnya—dikalikan dua atau beberapa kali lipat, dan anggapan bahwa Cahokia sebuah negara adalah anggapan yang berlebihan. Namun, karena hanya kurang dari satu persen kawasan Cahokia yang baru digali, lebih banyak spekulasi, dan bukan bukti, yang dikemukakan oleh setiap kelompok yang meyakini teori tertentu. John Kelly dari Washington University, ahli arkeologi yang sudah lama meneliti Cahokia menyimpulkan pemahaman tentang Cahokia dengan manisnya: “Kita belum tahu pasti apa fakta yang sebenarnya tentang Cahokia.”

Demikian pula, kita tidak tahu apa yang terjadi padanya. Cahokia adalah kota mati ketika Columbus mendarat di Dunia Baru, dan American Bottom serta sebagian besar dari Lembah Sungai Mississippi dan Sungai Ohio begitu sedikit penduduknya sehingga disebut sebagai Vacant Quarter (Daerah Kosong). Kematian Cahokia mungkin merupakan misteri yang lebih besar daripada kemunculannya, tetapi ada sejumlah petunjuk. Kota itu tumbuh berkembang terutama selama fase iklim yang menguntungkan, dan mulai menyusut ketika iklim menjadi lebih dingin, lebih kering, dan lebih sulit diramalkan. Bagi masyarakat petani yang bergantung pada hasil bumi yang teratur, kondisi yang berubah itu memberikan dampak beragam, mulai dari yang ringan hingga yang sangat parah.

Kenyataan bahwa antara 1175 dan 1275 penduduk Cahokia membangun—dan membangun kembali, beberapa kali—benteng pertahanan yang mengelilingi bagian utama kota menyiratkan pertikaian atau ancaman pertikaian telah menjadi kebiasaan hidup di kawasan itu, mungkin karena terbatasnya sumber daya. Selanjutnya, populasi yang padat menciptakan masalah lingkungan secara terus-menerus—perusakan hutan, erosi, polusi, penyakit—yang bisa menjadi sulit ditanggulangi dan yang sudah menjadi penyebab punahnya sejumlah peradaban di dunia.

Tidaklah mengherankan bahwa Cahokia bertahan hanya sekitar 300 tahun, dan berada di puncak kekuasaannya paling lama hanya separuh dari kurun waktu itu. “Jika kita simak sejarah manusia dengan kaca mata yang luas, kegagalan itu sesuatu yang lazim,” ujar Tom Emerson. “Yang mengagumkan justru ketika ada tatanan sosial yang langgeng.”

Saat ini Emerson memimpin penggalian besar di kawasan yang berdekatan (ibarat Bogor dan Jakarta) dengan yang dinamakan East St. Louis pada masa Cahokia, situs yang penduduknya saja berjumlah ribuan orang. Dan seperti dikatakan sebelumnya, pembangunan jalan ikut menutup biaya penggalian tersebut: Jembatan baru yang melintasi Mississippi memberi tim Emerson peluang untuk menggali lahan seluas 14 hektare yang sebelumnya dinyatakan tidak dapat digunakan karena ada proyek pembangunan jalan. Kandang ternak yang dibangun di atas reruntuhan permukiman Mississippi telah ditutup selama bertahun-tahun, korban kemunduran East St. Louis dari kota yang semula ramai menjadi kumpulan lahan terlantar dan bangunan yang pintu dan jendelanya ditutupi papan agar tidak dimasuki penjahat atau penghuni liar. Inilah perjalanan sejarah di masa kini: begitu cepat bergerak sehingga tidak mudah dikenali.

Ketika saya mengendarai mobil ke St. Louis untuk melihat apakah masih ada yang menyiratkan gundukan besar (dinamai demikian oleh masyarakat yang tidak punya daya cipta untuk mencarikan nama yang lebih baik) yang hancur di situ pada 1869, saya kaget ketika melihat lokasi persisnya ternyata di daratan tempat akan berakhirnya bentang jembatan baru dari St. Louis. Saya bertanya kepada penduduk di sekitar lokasi itu dan ternyata para ahli arkeologi pernah menggali lahan ini juga sebelum pembangunan dimulai. Tetapi, mereka tidak menemukan bekas-bekas Big Mound, hanya puing-puing pabrik abad ke-19 yang pernah dibangun di situ. Itulah yang sekarang menjadi sejarah situs tersebut. Sisanya sudah tidak ada lagi.

Setelah upaya pertama gagal, akhirnya saya berhasil menemukan tanda pengenal Big Mound. Bentuknya berupa monumen dari batu kerikil sekitar setengah blok dari Mound Street ke arah Broadway, tanpa plakat, dan rumput tumbuh di antara kerikilnya. Syukurlah saya menemukannya tepat sebelum seorang lelaki datang untuk menyemprotnya dengan zat pembunuh rumput liar. Saya bertanya apakah dia bekerja untuk pemrintah kota, dan dia menjawab tidak. Namanya Gary Zigrang, dan dia memiliki sebuah bangunan agak jauh dari situ. Dia sudah pernah menghubungi pemerintah kota tentang tanda pengenal yang sudah rusak itu, tetapi tidak ada tanggapan apa pun, sehingga akhirnya dia berprakarsa menanganinya sendiri. Dan ketika dia menyemprot rumput liar pada monumen terlupakan yang menandai gundukan terlupakan tentang orang-orang terlupakan yang pernah tinggal di situ, dia berkata, “Sungguh menyedihkan. Ada sejarah di sini, dan seharusnya ditangani baik-baik.”

(Sumber : http://nationalgeographic.co.id

Ka’bah

Leave a comment

Fakta-Fakta Tentang Ka’bah

 19Share
Ka’bah, rumah Allah sejuta ummat muslim merindukan berkunjung dan menjadi tamu – tamu Allah sang maha pencipta. Kiblatnya (arah) ummat muslim dalam melaksanakan sholat, dari negara manapun semua ibadah sholat menghadap ke kiblat ini.
Istilah Ka’bah adalah bahasa al quran dari kata “ka’bu” yg berarti “mata kaki” atau tempat kaki berputar bergerak untuk melangkah. Ayat 5/6dalam Al-quran  menjelaskan istilah itu dg “Ka’bain” yg berarti ‘dua mata kaki’ dan ayat 5/95-96 mengandung istilah ‘ka’bah’ yg artinya nyata “mata bumi” atau “sumbu bumi” atau kutub putaran utara bumi.
Neil Amstrong telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah.
Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, dia berkata, “Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya ?.”
Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada alasan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut.
Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus.
Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.
Makkah Pusat Bumi
Prof. Hussain Kamel menemukan suatu fakta mengejutkan bahwa Makkah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia.
Untuk tujuan ini, ia menarik garis-garis pada peta, dan sesudah itu ia mengamati dengan seksama posisi ketujuh benua terhadap Makkah dan jarak masing-masing. Ia memulai untuk menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan garis lintang.
Setelah dua tahun dari pekerjaan yang sulit dan berat itu, ia terbantu oleh program-program komputer untuk menentukan jarak-jarak yang benar dan variasi-variasi yang berbeda, serta banyak hal lainnya. Ia kagum dengan apa yang ditemukan, bahwa Makkah merupakan pusat bumi.
Ia menyadari kemungkinan menggambar suatu lingkaran dengan Makkah sebagai titik pusatnya, dan garis luar lingkaran itu adalah benua-benuanya. Dan pada waktu yang sama, ia bergerak bersamaan dengan keliling luar benua-benua tersebut. (Majalah al-Arabiyyah, edisi 237, Agustus 1978).
Gambar-gambar Satelit, yang muncul kemudian pada tahun 90-an, menekankan hasil yang sama ketika studi-studi lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan.
Telah menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan ini terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Makkah.
Studi ilmiah ini dilaksanakan untuk tujuan yang berbeda, bukan dimaksud untuk membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari bumi. Bagaimanapun, studi ini diterbitkan di dalam banyak majalah sain di Barat.
Allah berfirman di dalam al-Qur’an al-Karim sebagai berikut:‘Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya..’ (asy-Syura: 7)
Kata ‘Ummul Qura’ berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam.
Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain, sebagaimana dijelaskan pada awal kajian ini. Selain itu, kata ‘ibu’ memberi Makkah keunggulan di atas semua kota lain.
Makkah atau Greenwich
Berdasarkan pertimbangan yang seksama bahwa Makkah berada tengah-tengah bumi sebagaimana yang dikuatkan oleh studi-studi dan gambar-gambar geologi yang dihasilkan satelit, maka benar-benar diyakini bahwa Kota Suci Makkah, bukan Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. Hal ini akan mengakhiri kontroversi lama yang dimulai empat dekade yang lalu.
Ada banyak argumentasi ilmiah untuk membuktikan bahwa Makkah merupakan wilayah nol bujur sangkar yang melalui kota suci tersebut, dan ia tidak melewati Greenwich di Inggris. GMT dipaksakan pada dunia ketika mayoritas negeri di dunia berada di bawah jajahan Inggris. Jika waktu Makkah yang diterapkan, maka mudah bagi setiap orang untuk mengetahui waktu shalat.
Ada beberapa ayat dan hadits nabawi yang menyiratkan fakta ini. Allah berfirman, ‘Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.’ (ar-Rahman:33)
Kata aqthar adalah bentuk jamak dari kata ‘qutr’ yang berarti diameter, dan ia mengacu pada langit dan bumi yang mempunyai banyak diameter.
Dari ayat ini dan dari beberapa hadits dapat dipahami bahwa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Makkah berada di tengah-tengah bumi, maka itu berarti bahwa Makkah juga berada di tengah-tengah lapisan-lapisan langit.
Selain itu ada hadits yang mengatakan bahwa Masjidil Haram di Makkah, tempat Ka‘bah berada itu ada di tengah-tengah tujuh lapisan langit dan tujuh bumi (maksudnya tujuh lapisan pembentuk bumi)

Simbol Spiral dimiliki Seluruh Peradaban Kuno

Leave a comment

Simbol Spiral, dimiliki Seluruh Peradaban Kuno

Gambar spiral muncul di seluruh dunia, di tempat terpisah dan luas, dan sering kali dalam konteks yang menyimbolkan agama atau bahkan sesuatu yang sama sekali berbeda.

Beberapa ahli menyimpulkan mungkin saja spiral-spiral itu melambangkan kepercayaan masing-masing suku.

Tapi mungkinkah masyarakat yang terpisah beribu-ribu kilometer bisa memiliki kesadaran yang sama untuk berpikir tentang suatu simbol yang unversal?

Atau pada masa itu mereka telah bisa berpindah (migrasi) dari satu tempat ke tempat yang sangat jauh sehingga memungkinkan fenomena ini? Ataukah ini tentang perjalanan waktu?

Sardinia, Italian island

The Tarxien in Malta

Australia Alice springs and Tasmania

Scotland

Norway / Scandinavia

France

Greece/Minoan

Ireland

 

 

Africa

America north / south

Analisa dengan technologi modern

Observasi Matahari “The Anasazi”
“Lingkaran matahari” Amerika paling terkenal pertama kali ditemukan oleh Anna Sofaer pada tahun 1977 di Chaco Canyon di Fajada Butte.

Lingkaran tersebut terukir di muka tebing dan kemudian ditutup dengan tiga lempengan besar batu, yang ditempatkan dan dikombinasikan untuk menghasilkan yang sekarang dikenal dengan ‘solar-dagger’ sinar matahari, yang melewati pusat spiral setiap musim panas.

Hal ini membuktikan bahwa manusia pada jaman itu sudah memiliki pengetahuan yang tinggi tentang astronomi dan hubungannya dengan musim dan pertanian.

Para Anasazi adalah orang-orang misterius yang tinggal di Arizona dan New Mexico sekitar seribu tahun yang lalu.

Sebuah situs baru-baru ini ditemukan disebut Peñasco Blanco yang menunjukkan penggambaran pada dinding gua apa yang seharusnya adalah ledakan supernova (lihat gambar di bawah).

Orientasi relatif bulan sabit dan bintang membuatnya sangat mungkin bahwa ini adalah rekaman dari supernova yang membentuk Nebula Kepiting pada tahun 1054 Masehi. Supernova ini, yang telah lima kali lebih terang dari Venus selama sekitar tiga minggu, juga dicatat oleh astronom Cina.

Semua bukti ini menunjuk pada kenyataan bahwa Anasazi cukup berpengalaman dalam “mengamati langit”. Sesuatu yang sangat luar biasa dimasa itu dan dengan peradaban mereka yang belum tersentuh teknologi masa awal.

Mungkinkah adakaitannya dengan Crop Circle

 

Benar, beberapa tahun yang lalu ada sekelompok orang yang mengaku menggambar pola-pola tersebut di ladang jagung di AS.

Namun para penganut teori konspirasi-alien meyakini bahwa pola-pola yang pertama ditemukan adalah asli, dan bukan buatan manusia. Siapa yang tahu? Tapi jika benar, simbol tersebut amat mirip dengan simbol-simbol kuno dari masa lalu.

Sumber : yasirmaster.blogspot.com

Berita Kuno

Leave a comment

Waktu Siluman

Hipotesis waktu Phantom adalah teori dikembangkan oleh Heribert Illig (lahir 1947) pada tahun 1991, yang menyatakan bahwa telah ada upaya sistematis untuk membuatnya tampak bahwa periode sejarah, khususnya yang dari Eropa selama Abad Pertengahan awal (614-911 M) sebenarnya tidak ada

Illig yakin bahwa ini adalah dicapai melalui misrepresentasi, perubahan dan pemalsuan dokumen dan bukti fisik.

Dia menyatakan kehadiran arsitektur Romawi di abad kesepuluh sebagai bukti bahwa kurang dari setengah milenium bisa telah berlalu sejak jatuhnya Kekaisaran Romawi, dan menyimpulkan bahwa periode Carolingian keseluruhan, termasuk orang dari Charlemagne, adalah pemalsuan penulis sejarah abad pertengahan , lebih tepatnya konspirasi oleh Otto III dan Gerbert d’Aurillac.

Amunisi Acropolis 

Pada tahun 1821, imperium Utsmani Menduduki Yunani. Di tengah-tengah salah satu pertempuran Turki kehabisan peluru dan mengusulkan untuk menghancurkan Acropolis dan menggunakan inti dari bahan tiang-tiangnya untuk membuat amunisi.

Ketika orang Yunani mendengar kabar ini mereka mengumpulkan peluru mereka dan mengirim mereka ke Pasukan Turki untuk digunakan melawan yunani sendiri.

Tindakan (dan sejauh yang saya tahu diverifikasi) menakjubkan diduga untuk melindungi monumen, yang sangat penting untuk budaya Yunani.

Penyihir Terakhir

Jane Rebecca Yorke adalah orang terakhir dihukum berdasarkan Undang-Undang Sihir dari Inggris 1735.

Percaya atau tidak, pada tahun 1944, ia ditangkap dan dihukum menjadi seorang penyihir karena klaim dia menipu masyarakat dengan mengeksploitasi ketakutan masa perang. Selama séances dengan Yorke, polisi diperintahkan menyamar untuk menanyakan tentang anggota keluarga yang tidak ada.
Yorke menyediakan rincian yang rumit pada mereka (yang ia mengklaim telah disediakan oleh pemandu roh) seperti mengatakan kepada petugas bahwa kakaknya(yang sebenarnya tidak ada) telah dibakar hidup-hidup pada misi pengeboman. Pedoman dari roh yang membimbing Yorke adalah Zulu dan dia juga sering mengaku memanggil Ratu Victoria.
Dia ditangkap pada bulan Juli, 1944. Pada sidang di September di London Tengah Pengadilan Kriminal dia bersalah atas tujuh tuntutan UU Sihir dari 1735.

Yorke didenda £ 5 dan ditempatkan pada penjara yang baik selama tiga tahun, menjanjikan dia akan terus ada séances lagi. Wanita lain juga diadili dan dihukum karena sihir – Helen Duncan (digambarkan di atas) dari Skotlandia – salah disebut sebagai penyihir terakhir.

Undang-Undang Sihir dicabut di Inggris pada tahun 1951, namun masih berlaku di Israel banyak yang mempertahankan hukum pra-kemerdekaan – hukuman di Israel untuk sihir adalah 2 tahun penjara. 

Hari Kegelapan…

hari Kegelapan New England’s mengacu pada sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 19 Mei, 1780 ketika gelap yang tidak biasa membayangi langit negara-negara bagian New England dan Kanada. Penyebab utama dari peristiwa ini diyakini adalah kombinasi asap dari kebakaran hutan, kabut tebal dan awan. Kegelapan itu begitu pekat sehingga lilin diperlukan di siang hari. Tapi hal itu tidak berlanjut sampai tengah malam berikutnya.

Selama beberapa hari sebelum Hari kegelapan, matahari seperti yang terlihat dari New England tampak merah, dan langit kuning muncul.Sementara kegelapan hadir, jelaga diamati berkumpul di sungai dan dalam air hujan, menunjukkan adanya asap.Juga, ketika malam benar-benar masuk, pengamat melihat bulan berwarna merah.
Hari ini, beberapa orang, terutama mereka di antara Advent Hari Ketujuh mengutip peristiwa alkitabi ekstrak sekuensial, “[…] matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak akan memberikan cahaya nya […]” (Matius 24:29) tanda-tanda sebelum kedatangan Kristus dan interpretasi dari peristiwa seperti dikutip oleh Ellen G. White, percaya bahwa Hari Kegelapan adalah pemenuhan nubuatan Alkitab di akhir-kali.

Perjanjian Aneh

Kepala Suku Paramount Mkwavinyika Munyigumba Mwamuyinga (1855-19 Juli 1898), lebih dikenal sebagai Chief Mkwawa, adalah seorang pemimpin suku Hehe Afrika Timur (sekarang sebagian besar bagian daratan Tanzania) yang menentang kolonisasi Jerman.

On 28 October, 1894, the Germans, under the new commissioner Colonel Freiherr Friedrich von Schele, attacked Mkwawa’s fortress at Kalenga.
Pada tanggal 28 Oktober, 1894, Jerman, di bawah komisaris Kolonel baru Friedrich Freiherr von Schele, menyerang Mkwawa di benteng Kalenga.
Meskipun mereka bisa mengambil alih benteng, Mkwawa berhasil melarikan diri. Selanjutnya, Mkwawa melakukan kampanye perang gerilya, melecehkan orang Jerman sampai 1898, ketika, pada tanggal 19 Juli, ia dikepung dan memilih menembak dirinya sendiri daripada ditangkap.

Jerman memenggal kepalanya sebagai tropi dan tengkoraknya dikirim ke museum. Dalam perputaran yang aneh, bertahun-tahun kemudian Inggris menginginkan tengkorak untuk diberikan sebagai hadiah kepada Tanganyika sebagai ucapan terima kasih atas dukungan mereka dalam Perang Dunia Pertama.
Untuk mencapai hal ini mereka menambahkan klausul berikut dengan Traktat Versailles yang sangat terkenal: “PASAL 246. Dalam waktu enam bulan sejak berlakunya Perjanjian ini, … Jerman akan menyerahkan ke Pemerintah Britannia tengkorak dariRaja Mkwawa yang telah dipenggal oleh Protektorat Jerman Afrika Timur dan dibawa ke Jerman. “Tengkorak itu akhirnya kembali pada tahun 1954, dan sekarang dapat dilihat dalam Mkwawa Memorial Museum di Kalenga.

Kecantikan Yang Aneh

Cleopatra mandi dalam susu keledai, Mary Queen of Scots bermandikan anggur, George Sands bermandikan susu sapi dengan madu, dan Isabeau dari Perancis (abad ke-12) mandi dalam susu keledai ‘yang ditindaklanjuti dengan menggosok kulitnya dengan kelenjar buaya dan otak dari babi jantan.

Selama ribuan tahun wanita perlahan meracuni dirinya sendiri dengan mengenakan riasan wajah yang disebut bedak, yang menjadi bubuk mematikan. mereka menggunakan rouge yang mengandung merkuri, menyebabkan cacat lahir dan keguguran.

Tapi, sebelum kita mengkritik, harus diingat bahwa jutaan orang setiap tahun wajah mereka disuntik dengan toksin botulisme untuk menghilangkan keriput.Digambarkan di atas adalah Ratu Elizabeth I dari Inggris dengan wajah dicat dengan sebuah produk bedak yang mengakibatkan rontoknya semua rambut.

Peradaban India Kuno

Leave a comment

Peradaban India Kuno yang Musnah

 Perang Mahabharata pada masa India kuno kemungkinan besar merupakan sebuah perang berteknologi tinggi semacam perang nuklir. Bukti-bukti kerusakan akibat perang itu menunjukkan hal itu. Mahabharata, adalah sebuah wiracarita India kuno yang terkenal, berbahasa Sansekerta, yang melukiskan tentang konflik keturunan Pandu dan Dritarastra dalam memperebutkan takhta kerajaan.

 india kuno2

Bersama dengan Ramayana disebut sebagai 2 besar wiracarita India, yang ditulis pada tahun 1500 SM, dan hingga kini sudah sampai sekitar lebih dari 3.500 tahun. Fakta sejarah yang dicatat dalam buku tersebut, masanya juga lebih awal 2.000 tahun dibanding penyelesaian bukunya, artinya peristiwa yang dicatat dalam buku, kejadiannya hingga kini kira-kira telah lebih dari 5.000 tahun yang silam.

harappa india kuno

Buku ini telah mencatat kehidupan dua saudara sepupu yakni Kurawa dan Pandawa yang hidup di tepian sungai Gangga, serta dua kali perang hebat antara kerajaan Alengka dan Astina. Namun yang membuat orang tidak habis pikir, kenapa perang pada masa itu begitu dahsyat? Dengan menggunakan teknologi perang tradisional, tidak mungkin bisa memiliki kekuatan yang begitu besar. Spekulasi baru dengan berani menyebutkan perang yang dilukiskan tersebut, kemungkinan adalah semacam perang nuklir!

india kuno

Perang pertama kali dalam buku catatan dilukiskan seperti berikut ini: bahwa Arjuna yang gagah berani, duduk dalam Weimana (sarana terbang yang mirip pesawat terbang) dan mendarat di tengah air, lalu meluncurkan Gendewa, semacam senjata yang mirip rudal, roket yang dapat menimbulkan sekaligus melepaskan nyala api yang gencar di atas wilayah musuh, seperti hujan lebat yang kencang, mengepungi musuh, kekuatannya sangat dahsyat. Dalam sekejap, sebuah bayangan yang tebal dengan cepat terbentuk di atas wilayah Pandawa, angkasa menjadi gelap gulita, semua kompas yang ada dalam kegelapan menjadi tidak berfungsi, kemudian badai angin yang dahsyat mulai bertiup, wuuus…. wuuus…., disertai dengan debu pasir, burung-burung bercicit panik… seolah-olah langit runtuh, bumi merekah. Matahari seolah-olah bergoyang di angkasa, panas membara yang mengerikan yang dilepaskan senjata ini, membuat bumi bergoncang, gunung bergoyang, di kawasan darat yang luas, binatang-binatang mati terbakar dan berubah bentuk, air sungai kering kerontang, ikan udang dan lainnya semuanya mati. Saat roket meledak, suaranya bagaikan halilintar, membuat prajurit musuh terbakar bagaikan batang pohon yang terbakar hangus.

india kuno2

Jika akibat yang ditimbulkan oleh senjata Arjuna bagaikan sebuah badai api, maka akibat serangan yang diciptakan oleh bangsa Alengka juga merupakan sebuah ledakan nuklir dan racun debu radioaktif.

Gambaran yang dilukiskan pada perang dunia ke-2 lebih membuat orang berdiri bulu romanya dan merasa ngeri: pasukan Alengka menumpangi kendaraan yang cepat, meluncurkan sebuah rudal yang ditujukan ke-3 kota pihak musuh. Rudal ini seperti mempunyai segenap kekuatan alam semesta, terangnya seperti terang puluhan matahari, kembang api bertebaran naik ke angkasa, sangat indah. Mayat yang terbakar, sehingga tidak bisa dibedakan, bulu rambut dan kuku rontok terkelupas, barang-barang porselen retak, burung yang terbang terbakar gosong oleh suhu tinggi. Demi untuk menghindari kematian, para prajurit terjun ke sungai membersihkan diri dan senjatanya.

Spekulasi perang Mahabharata sebagai perang nuklir diperkuat dengan adanya penemuan arkeologis. Para arkeolog menemukan banyak puing-puing yang telah menjadi batu hangus di atas hulu sungai Gangga yang terjadi pada perang seperti yang dilukiskan di atas. Batu yang besar-besar pada reruntuhan ini dilekatkan jadi satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata. Jika ingin melebur bebatuan tersebut, dibutuhkan suhu paling rendah 1.800 C. Bara api yang biasa tidak mampu mencapai suhu seperti ini, hanya pada ledakan nuklir baru bisa mencapai suhu yang demikian.

Di dalam hutan primitif di pedalaman India, orang-orang juga menemukan lebih banyak reruntuhan batu hangus. Tembok kota yang runtuh dikristalisasi, licin seperti kaca, lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari batuan di dalam bangunan juga telah dikacalisasi. Selain di India, Babilon kuno, gurun sahara, dan guru Gobi di Mongolia juga telah ditemukan reruntuhan perang nuklir prasejarah. Batu kaca pada reruntuhan semuanya sama persis dengan batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini.

Semua temuan arkeologis ini sesuai dengan catatan sejarah yang turun-temurun, kita bisa mengetahui bahwa manusia juga pernah mengembangkan peradaban tinggi di India pada 5.000 tahun silam, bahkan mengetahui cara menggunakan reaktor nuklir, namun oleh karena memperebutkan kekuasaan dan kekayaan serta menggunakan dengan sewenang-wenang, sehingga mereka mengalami kehancuran.

Sebagai perbandingan, reaktor nuklir pada 2 miliar tahun silam pernah dimanfaatkan di Oklo, Afrika Selatan. Manusia dapat memanfaatkan nuklir untuk tujuan damai, sekaligus memanfaatkan topografi alam menimbun limbah nuklir, peradaban materiil taraf tinggi ini jelas dikembangkan melalui peradaban jiwa yang relatif tinggi, beroperasi selama 500 ribu tahun, mewakili perdamaian dan kemakmuran 500 ribu tahun. Kalau tidak, penggunaan senjata nuklir yang saling menyerang seperti wiracarita yang dilukiskan dalam peradaban India kuno, mungkin jika tidak hancur dalam 50 tahun, akan mengalami penghancuran dengan sendirinya!

Teknologi reaktor nuklir pada manusia modern baru beberapa dasawarsa saja ditemukan, hanya demi masalah limbah nuklir saja telah berdebat tiada henti, apalagi memperdebatkan yang lainnya, kita benar-benar harus merasa malu dengan manusia zaman prasejarah untuk hal seperti ini.

Piramida Kuno di Dasar Laut Jepang

Leave a comment

Piramida Kuno di Dasar Laut Jepang

 Sejumlah piramida dan bangunan batu raksasa ditemukan di dasar laut lepas pantai Jepang. Peradaban maju itu tidak ada hubungannya dengan peradaban Jepang sekarang ini.

Selama ini, orang menganggap piramida hanya terdapat di Mesir. Padahal di berbagai wilayah lainnya di dunia juga secara berturut-turut telah ditemukan piramida zaman prasejarah. Seperti misalnya peradaban bangsa Maya di Amerika Selatan, peradaban bangsa Yunani di Eropa, wilayah Asia dan lain-lain, telah ditemukan piramida yang bentuk dan besar kecilnya tidak sama. Artikel ini memperkenalkan sebagian piramida yang ditemukan di Jepang, piramida-piramida ini sepertinya tidak ada hubungan apa pun dengan bangsa Jepang modern, mungkin dibuat oleh manusia prasejarah yang jauh sebelum adanya sejarah.

Sejak tahun 1950-an, di berbagai wilayah Jepang secara berturut-turut telah ditemukan peninggalan piramida dalam jumlah besar dan bangunan batu raksasa, dari masa sejarah yang sangat lama, di antaranya beberapa piramida karena permukaannya tertutup oleh debu dan tanah, serta dipenuhi dengan berbagai macam tumbuh-tumbuhan, bagian luar tampak seperti sebuah gunung yang tinggi. Orang Jepang Jiujing Shengjun bahkan menemukan adanya hubungan tertentu antara bangsa Jepang dengan bangsa Yahudi pada zaman dahulu.

Tidak hanya demikian, pada tahun-tahun terakhir ini di dasar laut lepas pantai Jepang telah ditemukan banyak sekali peninggalan peradaban zaman purbakala. Sejak Maret 1995, penyelam menemukan 8 tempat peninggalan yang tersebar di sekitar Hiroshima hingga lautan Pulau Yonaguni. Tempat peninggalan pertama adalah sebuah konstruksi persegi empat yang sangat menarik, namun tidak begitu jelas dan ditutupi oleh karang sehingga bagian buatan manusianya tidak bisa dipastikan. Setelah itu, seorang atlet penyelam di musim panas tahun 1996 di luar dugaan menemukan sebuah teras beruncing raksasa di kedalaman 40 kaki di bawah permukaan laut Oklahoma Selatan, dipastikan merupakan hasil buatan manusia. Dan melalui pencarian lebih lanjut, tim penyelam lainnya menemukan lagi sebuah monumen lain dan lebih banyak lagi bangunan buatan manusia. Mereka mendapati jalan yang panjang dan luas, tangga dan pintu lengkung yang tinggi dan megah, serta batu raksasa yang dipotong dengan sempurna. Semua ini dipersatukan selaras dengan gaya bangunan berbentuk garis lurus yang belum pernah ditemukan sebelumnya.

Dalam beberapa bulan selanjutnya, kalangan arkeologi Jepang ikut serta dalam penggalian yang membangkitkan semangat ini. Tidak lama kemudian, mereka menemukan lagi sebuah konstruksi yang berbentuk piramida yang sangat besar di kedalaman 100 kaki di bawah permukaan laut tidak jauh dari pegunungan Sinaguni yang berjarak 300 mil dari Hiroshima. Benda raksasa ini terletak di sebuah kawasan luas yang kelihatannya digunakan untuk penyelenggaraan upacara, pada kedua sisinya terdapat pintu menara raksasa, bangunan ini panjang 240 kaki, lebar 600 kaki, dan tinggi 90 kaki, dan sejarahnya dapat dilacak kembali minimal 8.000 tahun SM.

Oleh karena visibilitas normal adalah 100 kaki di bawah permukaan laut, maka tingkat kejernihan pandang peninggalan ini cukup untuk pengambilan foto dan rekaman video. Gambar-gambar tersebut muncul dalam berita utama di koran-koran Jepang melebihi satu tahun lamanya, arkeolog berpendapat, bahwa ini mungkin adalah sebuah bukti awal adanya peradaban zaman batu yang masih belum diketahui orang.

Ahli geologi, Profesor Masaki Kimura dari Universitas Hiroshima, yang pertama-tama mengadakan penelitian ini dan mengambil kesimpulan bahwa bangunan yang mempunyai lima tingkat konstruksi ini adalah buatan manusia. Dia mengatakan: “Bahwa bangunan ini bukan benda hasil alamiah. Jika hasil alamiah, seharusnya pecahan yang terbentuk melalui korosi bertumpuk di atasnya, namun tidak ditemukan pecahan batu seperti ini.” Dia menambahkan, “bahwa sekeliling bangunan terdapat suatu yang mirip jalanan, dan ini semakin membuktikan bahwa ia adalah buatan manusia.

Profesor ilmu geologi Universitas Boston Robert Sketche menyelam dan memeriksa bangunan tersebut. Dia mengatakan, “Jika diamati, bangunan itu seperti serentetan tangga raksasa, setiap tangga tingginya kurang lebih 1 meter. Esensial penampang bangunannya mirip dengan piramida model tangga. Ini merupakan sebuah struktur yang sangat menarik. Pengikisan air yang alami ditambah lagi dengan proses perpecahan batu berkemungkinan menghasilkan struktur seperti ini, namun kami masih belum menemukan proses yang bagaimana dapat menghasilkan penampang tangga yang begitu tajam.”

Bukti selanjutnya yang dapat membuktikan bahwa bangunan tersebut adalah buatan manusia adalah beberapa tumpukan kecil dari batu yang ditemukan di sekitarnya. Mirip dengan bangunan utama, piramida-piramida mini ini dibentuk dari batu hampar berbentuk tangga yang disatukan, lebarnya 10 meter dan tinggi 2 meter.

Profesor Kimura berpendapat, bahwa masih terlalu pagi jika ingin mengetahui siapa yang telah membuat monumen tersebut atau apa tujuannya. Dia mengatakan, “Bangunan ini mungkin adalah sebuah istana dewa dari agama zaman dahulu, digunakan untuk memuja-muji dewa tertentu, sama seperti penduduk Hiroshima yang percaya pada dewa Nirai-Kanai yang dapat mendatangkan kesejahteraan dari laut kepada mereka. Oleh karena berdasarkan catatan, 10 ribu tahun lampau tidak ada manusia yang mampu membuat monumen seperti ini, maka ini mungkin adalah sebuah bukti peradaban manusia yang tidak diketahui orang.”

“Hanya manusia yang memiliki teknologi tingkat tinggi baru mampu menyelesaikan proyek seperti ini, dan sangat mungkin berasal dari daratan Asia yang mengandung peradaban manusia paling kuno. Bangunan yang demikian raksasa harus menggunakan mesin tertentu baru dapat menyelesaikannya,” lanjut Profesor Kimura.

Masa peradaban Jepang sekarang ini berawal dari zaman batu baru sekitar tahun 9000 SM. Penghidupan orang-orang pada zaman itu adalah berburu dan mengumpulkan makanan. Tidak mungkin ada teknologi maju untuk membuat bangunan seperti piramida raksasa tersebut. Dapat disimpulkan bahwa sebelum peradaban Jepang kali ini, di kawasan Jepang ini, pernah ada peradaban manusia yang sangat maju, dan ia dengan bangsa Jepang sekarang tidak mempunyai hubungan apa pun.

Batu Ica Peru

Leave a comment

Batu Ica, Peru

Di dataran utara Nasca, Peru, terdapat sebuah desa bernama ICA yang memiliki sebuah museum batu. Di dalam museum tersebut terpajang lebih dari 10.000 batu misterius yang terukir aneka gambar, sejumlah besar gambar yang sulit dipercaya, yang tercatat adalah sebuah peradaban manusia purbakala yang sangat maju yang telah musnah, gambar-gambar batu ini disebut prasasti batu ICA.
Menurut laporan media setempat, batuan-batuan yang terukir gambar yang disimpan di museum tersebut mulai ditemukan dalam skala besar ketika bendungan di Sungai ICA jebol. Gambar yang terukir di atas batu tersebut antara lain galaksi angkasa, binatang purbakala, daratan prasejarah, bencana dahsyat zaman dulu dan beberapa goresan kategori lain.
 icastonesbr

Menurut prediksi batu-batu langka yang dikumpulkan ini mungkin sudah ribuan tahun sejarahnya. Ahli terkait telah mengadakan tes kimia pada batu tersebut, dan hasilnya menunjukkan, bahwa batu-batu tersebut berasal dari sungai setempat dan merupakan batu Gunung Andes, permukaannya ditutupi dengan selapisan oksida. Setelah ditentukan dengan bahan-bahan oleh ilmuwan Jerman disimpulkan bahwa bekas ukiran di atas batu tersebut sudah sangat lama sejarahnya, dan batu yang ditemukan disekitar gua, terdapat fosil organisme jutaan tahun silam.

Oleh ilmuwan, manusia-manusia purbakala pada batu ukiran tersebut dinamakan “bangsa geological”, menurut pengamatan dari gambar batu ukiran tersebut, mereka memiliki peradaban yang sangat maju. Di atas batu ukiran tersebut dilukiskan tentang operasi transplantasi organ, transfusi darah, teleskop, peralatan medis, manusia yang mengejar dinosaurus dan lain-lain pemandangan yang sulit dijelaskan secara ilmiah oleh ilmu pengetahuan modern.

Dalam gambar batu-batu ini, orang-orang bisa melihat secara jelas suasana kehidupan manusia bersama dengan dinosaurus dan ditilik dari gambar tersebut, perbandingan postur dinosaurus dengan manusia yang dilukiskan tidak berbeda jauh, dinosaurus bagaikan hewan piaraan, atau mungkin binatang yang dijinakkan orang-orang kala itu. Menurut ilmuwan, bahwa dinosaurus sudah punah sejak ratusan juta tahun silam, namun yang membingungkan adalah bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan raksasa dinosaurus?

ica-batuperu

Ada sebuah batu yang dipahat dengan seekor Triceratops. Tampang dinosaurus ini sangat mirip dengan badak, namanya diambil dari 3 buah tanduk di kepalanya, seorang manusia menunggang di atas punggung Triceratops, tangannya menggengam senjata seperti kampak. Dan pada batu lainnya, tampak seorang manusia tengah menunggang di atas punggung dinosaurus. Selain itu, di atas sebuah batu terukir sebuah gambar, seorang manusia yang panik tampak dikejar oleh Tyrannosaurus Rex.

Selain itu, menurut penuturan pemiliknya yakni Dr. Javier Cabrera, bangsa geological tahu bahwa di galaksi yang jauh terdapat kehidupan taraf tinggi, mereka memiliki teknologi angkasa yang hebat, tidak perlu memakai sumber energi yang dikenal manusia modern, tapi bisa melakukan perjalanan antar planet.

Di museum tersebut, ada beberapa gambar yang melukiskan bumi pada 13 juta tahun silam yang tampak dari angkasa. Ada 4 buah gambar pada ukiran tersebut persis seperti peta dunia, dan menurut sejumlah ahli, daratan yang dilukiskan pada peta-peta tersebut adalah daratan purbakala yang hingga sekarang masih merupakan misteri yakni daratan Atlantis, dalam dokumen kuno yang ditemukan juga ada gambaran tentang daratan purbakala yang tenggelam. Setelah ditentukan dengan bahan-bahan oleh ahli geologi terbukti, bahwa ke empat batu tersebut memang benar merupakan peta dunia pada 13 juta tahun silam, bahkan sangat tepat dan akurat.

Di tilik dari gambar batu ukiran tersebut, bangsa geological menguasai teknologi medis yang tinggi, misalnya transplantasi otak besar, serta bagaimana cara mengatasi reaksi penolakan organ dalam proses transplantasi, dan penerapan teknologi-teknologi ini baru mulai dalam ilmu kedokteran modern. Salah satu gambar yang terukir dalam batu melukiskan pemisahan dan pengambilan benda berbentuk gelembung dalam lingkaran janin ibu hamil, dan menginjeksinya ke dalam tubuh pasien yang menanti transplantasi.

Pada batu ukiran tersebut juga dilukiskan tentang teknologi pembiusan dengan akuputur dalam operasi kedokteran. juga ada batu-batu yang mengukir gambar tentang gen genetika.

Yang lebih unik lagi, sejumlah gambar pada batu ukiran tersebut sama dengan gambar raksasa di dataran Nasca, ribuan bentuk dari potongan batu koral ini karya siapa, dan apa artinya, hingga sekarang masih merupakan misteri, namun, apakah garis atau bentuk batu-batu tersebut ada hubungannya dengan ukiran batu ICA, belum dapat di buktikan.

Kuil Abu Simbel

Leave a comment

Kuil Abu Simbel

Abu Simbel adalah kuil termegah peninggalan Mesir Kuno di masa pemerintahan Firaun Ramses II. Dibangun dengan desain dan konstruksi yang istimewa. Membentang menembus “perut” bukit, di DAS Sungai Nil.

absim1Kuil Abu Simbel abu-simbel-ini abu-simbel-panorama Kuil Abu Simbel1

Namun pada pertengahan abad 20, kuil tersebut dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi dengan presisi hampir 100%.

Kuil Abu Simbel sendiri selama ribuan tahun setelah berdiri telah terkubur pasir dari gurun yang tersebar di Mesir. Pada abad keenam, ada catatan yang menunjukkan bahwa kuil tersebut telah terkubur pasir setinggi lulut patung raksasa Ramses II. Lalu kuil tersebut akhirnya terkubur sepenuhnya dan dilupakan.

Sampai akhirnya pada 1813, seorang peneliti dunia timur berkebangsaan Swiss, JL Burckhardt menemukan puncak kuil tersebut. Ia berbagai informasi dengan seorang penjelajah Italia bernama Giovanni Belzoni, yang kemudian melakukan ekspedisi ke lokasi kuil tersebut. Tetapi Belzoni
gagal menggali dan tak menemukan pintu masuk ke kuil tersebut.

Setelah melakukan persiapan lebih matang, pada tahun 1817 ia pun kembali ke lokasi situs tersebut. Kini ia berhasil masuk ke dalam kuil dan mengambil sebagian benda berharga yang bisa dibawanya.

Namun, nama Abu Simbel sebagai penamaan kuil tersebut, berasal dari nama seorang bocah yang menjadi guide pertama kali ke situs ini. Ia mengaku melihat kuil ini dari hari ke hari sampai akhirnya menggali kuburan pasir itu sendirian. Sampai akhirnya kuil tersebut bisa terlihat. Setidaknya begitu kata legenda. Sehingga untuk mengenang dedikasinya, kuil ini disebut sebagai Abu Simbel.

Relokasi Spektakuler

Sementara itu, pemerintah Mesir merencanakan proyek pembangunan Aswan High Dam (bendungan besar dekat Aswan, Mesir) yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan Danau Nasser, di tepian aliran Sungai Nil sekarang. Berdasarkan blueprint proyek tersebut, Kuil Abu Simbel pun terancam tenggelam oleh genangan air.

Bersamaan dengan rencana itu, pada 1959, muncul gerakan kampanye donasi untuk menyelamatkan situs-situs yang menjadi monumen Nubia. Yaitu kelompok situs Mesir Kuno di aliran Sungai Nil yang memang hampir semuanya agak terbengkalai dan terancam tenggelam oleh kenaikan permukaan aliran Sungai Nil akibat proyek DAM.

Di bawah bendera UNESCO (sebagai salah satu badan PBB), Kuil Abu Simbel dicetuskan sebagai salah satu situs yang paling terancam oleh proyek bendungan Aswan di Sungai Nil.

Pada tahun 1963, proyek ini pun selesai direncanakan di atas kertas dengan dana 80 juta dolar AS (masa itu) atau sekitar 728 miliar rupiah (kurs Rp 9.200). Dan pekerjaan lapangan dimulai pada 1964. Dengan melibatkan sejumlah ahli konstruksi, arkeolog dan pakar lainnya. Solusinya, Kuil Abu Simbel harus dipindahkan secara utuh ke lokasi baru.

Selama empat tahun proyek pemindahan itu dilakukan dengan perhitungan dan akurasi yang luar biasa. Masing-masing bagian kuil yang terbuat dari batu seberat ratusan ribu ton itu dengan teliti dibelah-belah. Masing-masing menjadi potongan blok batu seberat rata-rata puluhan ton dengan jumlah sekitar 1050 potongan.

Semua potongan batu itu kemudian dipindahkan ke lokasi baru sekitar 200 meter ke arah selatan di ketinggian 60 meter dari lokasi aslinya. Di lokasi baru, potongan-potongan batu itu disusun ulang bagai menyusun potongan puzzle mosaik.

Bulan demi bulan, kepingan-kepingan itu mulai tersusun dengan presisi yang luar biasa tepat. Sampai akhirnya seluruh potongan batu sudah terpasang di lokasi baru pada 1968. Untuk memberi kesan yang persis seperti aslinya, para ahli pun melengkapinya dengan bukit buatan di bagian atas dan belakang kuil tersebut.

Sementara untuk menutup bekas potongan, mereka melakukan finishing dengan menggunakan teknik yang luar biasa. Hasilnya, sama sekali tidak terlihat bekas potongan di kuil tersebut. Semua tampak mulus di bagian luar dan dalamnya tertata sesuai dengan kondisi 3000-an tahun lalu.

Kuil Abu Simbel yang ditata ulang menghadap Danau Nasser ini menjadi proyek pergeseran bangunan paling spektakuler di abad ke-20. Menjadi daerah tujuan wisata yang terkenal di Mesir dan seluruh dunia.